Februari 26, 2009

ALAM MEDIOKRASI

BANGSAWAN PIKIR

Bergulirnya waktu sejalan dengan bergeraknya pembangunanbangsa, ada beberapa hal yang patut kita cermati dengan seksama. Arah dan tujuan perkembangan bangsa ini banyak sekali dipengaruhi oleh gerak gerak yang ada pada sektoral serta warna warna yang datang mengisi dari alam eksternal atau dari gerak globalisasi. Dua kekuatan utama ini telah banyak mempengaruhi arah baru gerak bangsa.Secara umum dapat dikatakan telah melahirkan juga sebuah keprihatinan, karena kekuatan kekuatan tersebut yang sedemikian deras arusnya telah menyeret bangsa menuju mediokrasi. Mediokrasi adalah sebuah standar yang hanya puaskan dengan menjadi bukan yang terbaik,cukup mejadi medioker saja. Mediokrasi tengah melanda jalan pikiran para pemimpin, juga anggota warganegara bahkan kaum intelektual indonesia. Mediokrasi di negeri ini telah melahirkan bahwa pikiran tidak lagi menjadi sebuah ukuran ukuran kehormatan.Coba kita arahkan kemanapun kita menghadap maka sulit sekali kita akan menemukan kecerdasan pikiran sebagai nilai utama kebijaksanaan dan tindakan. Inilah hal yang sangat memprihatinkan bangsa ini, ternyata kemunduran terbesar dari bangsa ini bukan pada sektor ekonomi, tetapi kemunduran karena tak adanya lagi penghargaan terhadap buah pikiran. Ironisnya pendangkalan pikiran terjadi hampir pada semua bidang kehidupan. Misalnya pengambilan keputusan baik untuk keputusan dalam skala kecil seperti keputusan di dalam rumah tangga oleh anggotanya, maupun keputusan manajerial dalam organisasi dan bahkan keputusan keputusan pada tingkat negara yang tidak diwarnai lagi atas kajian ilmiah yang komprehensif, latar belakang sejarah, psikologi, etika, agama yang diabaikan dalam membuat kebijakan. Akibatnya keputusan yang diambil melenceng jauh dari koridor kehidupan manusia, kehidupan berumahtangga, kehidupan bertetangga, bahkan kehidupan bernegara.
Mediokrasi juga melahirkan pandangan dan penistaan standar standar keunggulan dalam bidang pendidikan. Masih banyaknya orangtua yang gandrung untuk “mendorong” anaknya untuk mendapat rangking tertinggi di kelas . Dengan usaha orang tua yang agak memaksakan kehendak pada anaknya untuk mencapai rangking tersebut, sesungguhnya hal ini telah melakukan pemaksaan kebebasan anak.Siapa yang akan menjamin bila nilai rangking yang tinggi mampu menyelamatkan manusia dari segala permasalahan hidup dan kehidupan. Pada saat ini juga dunia pendidikan telah menjadi dunia konglomerasi dalam menngeksplotasi [maap] ternak ternak pendidikan.Mengapa dikatakan ternak, karena yang dipentingkan adalah target kuantitas manusia.Kuantitas yang dikemas dalam gaya prestasi rangking. Inilah salah satu sistem terpadu yang melahirkan mediokrasi di lingkungan kita.
Saat ini terasa sekali semakin menyempitnya ruang gerak untuk para intelektual dalam mengekspresikan pikiran dan gagasannya. Terbukti dengan lahirnya sebuah media berespresi dan media berkomunikasi pemikiran disekitar kita yakni media buletin Warta Mutiara.Hingga saat ini kita tidak pernah tahu apakah media ekspresi ini diminati publik Puri atau tidak. Usaha untuk mengukur dengan menyusun parameter melalui questioner, hasilnya sangat memprihatinkan, respon publik Puri hampir dapat dikatakan tidak ada. Jadi langkah para perintis buletin pun tidak pernah tahu apakah “ jualannya’ diminati atau tidak. Dan disisi lain para fungsionaris Seksi Kerohanian Islam -selaku penerbit-mempertanyakan kelanjutannya hidup buletin tsb karena dia [WM] hanya menjadi beban anggaran belaka.Padahal bila kita telaah tagline pada WM- Media berfikir dan Zikir- adalah sangat visioner, sangat menjanjikan . Yang mendatang mungkin hanya tinggal slogan tanpa arti bahkan mati.
Ada sebuah majalah “Bintang Hindia” yang hidup di tahun 1902, disana ada manusia Abdul Rivai namanya, yang tulisan pada edisi perdanya menyebutkan istilh yang sangat relevan dengan saat ini yaitu : “Bangsawan Pikiran”. Kita tidak bicara tentang kebangsawana yang merupakan sebuah takdir/ heritage keturunan. Bansawan pikiran yang dimaksud adalah bangsawan yang dalam pengembangan wawasan pengetahuan dan pencapaian pengetahuannya melahirkan sebuah kehormatan manusia sebagai bangsawan melalui pikirannya. Yang menggejala saat ini adalah kaum intelgensia telah berhenti membaca, berkarya dan mencipta, lantaran kepintaran telah dihinakan oleh bentuk kekuatan kebangsawanan baru, berupa kemewahan yang telah menjadi berhala hidup.
Semoga Allah sebagai sumber segala ilmu senantiasa memberikan pencerahan ke dalam pikiran kita dan memberikan petunjukNya agar kita menjadi manusia manusia yang kaya akan ilmu.amin.
Bahan : dari Pidato Ilmiah Yudi Latif - Seminar Eddy S. Ahli Holistik Learning dan Multiple Intelegent

agoesjoesoef maret 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar