Seorang jamaah masjid, menyampaikan kultumnya pagi itu dengan tema DOA. Yang dari setiap katanya di uraikan sehingga dengan mudah kita menangkap substansi doa. Doa yang terdiri dari tiga huruf itu. Yang dawali dengan huruf D, yang dimaknai dengan Direction atau arah. Kemudian O yang di kupas dengan awal arti Obbey, patuh. Dan kata terahir A yang diartikan Accseptance. Sebuah pendekatan yang menarik walaupun sebetulnya doa tersebut di atas bukan sebuah singkatan yang baku, artinya dapat menjadi singkatan lain dan mungkin saja tidak dalam bahasa asing tentunya. Pemikiran yang bebas, seperti halnya nuansa kongkow di masjid setiap minggu pagi. Sebetulnya yang menarik adalah menanyakan keterkaitannya antara usaha memanjatkan doa kita daan teori quantum, yang juga muncul dari salah seorang jamaah pagitu. Namun sepertinya moderator menghendaki materi tersebut untuk dikesampingkan dulu, dan mungkin akan menjadi agenda minggu depan. Ayo kita tunggu!.
Kembali ke ranah diskusi pagi itu, karena dimulai dengan adanya jamaah yang menanyakan tentang bagaimana dan kapan doa itu dijawab, dan kapan doa itu tidak dijawab oleh sang Tuhan.Kemudian bagaimana halnya dengan makna doa sendiri dan doa kolektif. Bagaimana dengan kekhusu-an yang terbelunggu karena keterbatasan tehadap penguasaan bahasa arab yang masih awam. Sambutan pertanyaan dicoba dengan pendekatan yang sangat sufistik. Bahwasaanya nilai doa bersama adalah memiliki kualitas ganjaran senilai 23 derajat, dibandingkan dengan bila kita hanya berdoa sendiri.Kemudian betapa akan menggetarkannya sebuah doa yang dilantunkan dalam bahasa ibu kita sendiri. Betapa nilai keAgungan Illahi yang semakin terasa amat sangat besar yang bila kemudian diperbandingkan dengan ketidak berdayaan kita sebagai hambanya yang nista tak berdaya. Penjelasan yang kemudian mengarah kepada 99 asamul husna yang diperbandingkan dengan trinitasnya umat lain. Bagaiman kita menjawab hal itu. Inilah fenomena diskusi kita yang sangat bergairah, dan penuh pengayaan. Kembali kepada substansi materi dikusi kita, disepakati secara informal bila dalam penelaahan terhadaap permasalahan atau pun fenomena yang terjadi, kita selalu berpegang kepada dasar dasar pemikiran yang mengacu kepada analogi yang logis. Inilah dasar pemikiran pengkajian yang bukan dengan dasar teksbook thinking tetapi lebih kepada kontecstual thinking. Diluar sadar inilah sbetulnya identitas Ash Shofa, yang pola pemikiran dan pendekatannya mengacu penafsiran kepada dalil-dalih sahih yang didasarkan kepada kontek saat itu dan konteks saat ini.
Pembahasan doa pun kemudian dikaji lewat pendekatan pendekatan seperti diatas, hingga dapat disimpulkan, Karena Tuhan maha Mengetahui, maka bahasa doa dapat menggunakan bahasa apapun. Karena Tuhan Kuasa dan maha Pengasih maka doa yang dipanjatkan bias secara kolektip maupun secara berjamaah. Karena Tuhan Maha mendengar maka kita panjatkan doa kita dalam lirih dan gumanpun Allah akan mendengarnya, juga karena Allah mahadekat dengan kita. “lebih dekat dari urat leher kita sendir”.
Beranjak ke tatakrama doa diawali dengan memuji Allah dan salawat Rasulullah, kemudian diakhiri juga dengan memuja Tuhan dan salawat kepada Rasulullah. Kenapa ada kata Rasulullah, karena Rasulullah telah diberi mandat oleh Allah untuk memegang syafaat sebagai karomah dari Tuhan.
Semoga Tuhan senatiasa membimbing batin,hati dan jiwa kita untuk selalu dalam “kecerdasan” yang setiapsaat dalam semangat kerinduan untuk mendekatkan diri padaNya. Amin.
Ash Shofa 21 Feb 09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar